JAM-Pidum Menyetujui 10 Restorative Justice Termasuk Perkara Pencurian di Morowali
PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG
Jl. Sultan Hasanuddin Nomor 1 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan
SIARAN PERS
Nomor: PR – 818/053/K.3/Kph.3/09/2025
JAM-Pidum Menyetujui 10 Restorative Justice,
Termasuk Perkara Pencurian di Morowali
Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose virtual dalam rangka menyetujui 10 (sepuluh) permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanismeRestorative Justice (keadilan restoratif) pada Senin, 22 September 2025.
Salah satu perkara yang disetujui penyelesaiannya melalui mekanisme keadilan restoratif adalah terhadap Tersangka Riski, dari Kejaksaan Negeri Morowali, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Perkara ini bermula pada Selasa 8 Juli 2025 sekira pukul 22.30 WITA, Tersangka Riski sedang berada di Taman Kota Desa Bente, Kecamatan Bungku Tengah, Kabupaten Morowali berjalan di tempat waha permainan untuk menikmati suasana taman tersebut.
Saat sedang berjalan, Tersangka melihat sebuah tas berwarna hitam milik Saksi Erni Erawati, yang tergantung di sebuah lapak (tempat berjualan) yang menjual minuman. Pada saat itu, timbul niat Tersangka untuk mengambil tas tersebut, hingga diambil tas tersebut berikut isinya yakni uang senilai Rp3.500.000 (tiga juta lima ratus ribu rupiah).
Ketika Tersangka hendak mengambil dompet yang ada di dalam tas, Saksi Andi Sandi Gautama yang hendak buang air kecil memergoki aksi Tersangka tersebut dan memberitahukannya kepada Saksi Erni Erawati. Hal itu membuat Saksi Erni spontan berteriak “Maling!” sehingga warga sekitar mengejar Tersangka.
Melihat banyak orang yang mengejarnya, Tersangka mencoba melarikan diri, sehingga dompet yang ia ambil terjatuh bersama uang tunai yang ditemukannya itu. Kemudian pada pukul 23.10 WITA, Tersangka berhasil ditangkap di dekat Kantor Dinas Perikanan, lalu diamankan oleh pihak Kepolisian setempat.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Morowali Naungan Harahap, S.H., M.H., Kasi Pidum Jayadi, S.H. dan Jaksa Fasilitator Mugyadi, S.H. menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Proses perdamaian telah dilakukan antara Tersangka dan korban pada 10 September 2025. Tersangka belum pernah dihukum, baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan menyatakan tidak akan mengulanginya.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Morowali mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah N. Rahmat R, S.H., M.H.
Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin 22 September 2025.
Selain perkara tersebut, JAM-Pidum juga menyetujui penyelesaian perkara melalui mekanisme keadilan restoratif terhadap 9 (sembilan) perkara lainnya, yaitu:
1. Tersangka Ferdin alias Ferdi dari Kejaksaan Negeri Donggala, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
2. Tersangka Wahyudi Azhari alias Yudi bin Wagito dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pertama Pasal 480 ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
3. Tersangka Tumadi alias Mamek bin Alm. Patmo Suwitodari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
4. Tersangka Abi Abdillah alias Abi bin Poninam dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pertama Pasal 480 ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 480 ke-2 KUHP tentang Penadahan.
5. Tersangka Rolisadi Putra alias Rolis bin Yohanes dari Kejaksaan Negeri Bengkulu Utara, yang disangka melanggar Pertama Pasal 351 Ayat (1) KUHP jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP atau Kedua Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
6. Tersangka Candra Supriyanto alias Cangga bin Atok dari Kejaksaan Negeri Bangka Tengah, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
7. Tersangka Meigy Aditya alias Meigy bin Suhantoro dari Kejaksaan Negeri Pangkal Pinang, yang disangka melanggar Pertama Pasal 378 KUHP tentang Penipuan atau Kedua Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
8. Tersangka Ariyansyah alias Cibom bin Syamsudin dari Kejaksaan Negeri Belitung Timur, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
9. Tersangka Selvi binti Hamzah dari Kejaksaan Negeri Bangka, yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
● Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Para Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
● Para Tersangka belum pernah dihukum;
● Para Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
● Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
● Para Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
● Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
● Para Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
● Pertimbangan sosiologis;
● Masyarakat merespon positif.
Para Kepala Kejaksaan Negeri dimohon untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum,” pungkas JAM-Pidum.
Jakarta, 22 September 2025
KEPALA PUSAT PENERANGAN HUKUM
ANANG SUPRIATNA, S.H., M.H.
Keterangan lebih lanjut dapat menghubungi
M. Irwan Datuiding, S.H., M.H. / Kabid Media dan Kehumasan
Hp. 085778764196
Email: [email protected]